Isnin, 26 September 2011

SEKILAS ADAT/ HUB; KERABAT/HUB. MASYARAKAT. DI KERINCI.


Alam kerinci .Jambi. Indonesia.

Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal putus, memakan habis, membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk memutuskan suatu perkara. Dalam dusun ada empat pilar yang disebut golongan 4 jenis yaitu;
1..Golongan Adat,
2..Ulama,
3..Cendekiawan 
4..Pemuda.
Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903.
Sesudah tahun 1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader.
Pemerintahan dusun(pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi.

Segala maslah dusun, anak kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.
Ninik Mamak mempunyai kekuatan menyelesaikan masalah di dalam kalbunya masing-masing. Dusun terdiri dari beberapa luhah. Luhah terdiri dari beberapa perut dan perut terdiri dari beberapa pintu, di dalam pintu ada lagi sikat-sikat.

Bentuk pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda dengan system demokrasi asli, merupakan system otonomi murni. Eksekutif adalah Depati dan Ninik Mamak. Legislatif adalah Orang tuo Cerdik Pandai sebagai penasihat pemerintahan.

Depati juga mempunyai kekuasaan menghukum dan mendenda diatur dengan adat yang berlaku dengan demikian dwifungsi Depati ini adalah sebagai Yudikatif dusun.
Ini pun berlaku sampai sekarang untuk pemerintah desa, juga pada Zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk kepentingan memperkuat penjajahannya di Kerinci.

Hubungan Kekerabatan
Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus tunduk dan taat pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkawinan dilaksanakan menurut adat istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam.

Hubungan kekerabatan di Kerinci mempunyai rasa kekeluargaan yang mendalam. Rasa sosial, tolong-menolong, kegotongroyongan tetap tertanam dalam jiwa masyarakat Kerinci. Antara satu keluarga dengan keluarga lainnya ada rasa kebersamaan dan keakraban. Ini ditandai dengan adanya panggilan-panggilan pasa saudara-saudara dengan nama panggilan yang khas.

Karenanya keluarga atau antar keluarga sangat peka terhadap lingkungan atau keluarga lain. Antara orang tua dengan anak, saudara-saudara perempuan seibu, begitupun saudara-saudara laki-laki merupakan hubungan yang potensial dalam menggerakkan suatu kegiatan tertentu.

Hubungan Kemasyarakatan
Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai yang kecil, yaitu kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam musyawarah adat mempunyai tingkatan musyawarah adat, pertimbangan dan hukum adat, berjenjang naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko Tengganai, sko Ninik Mamak dan sko Depati.

Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu menyolok. Stratifikasi sosial masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan dusun atau antara dusun pecahan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau dusun disebut parit bersudut empat. Segala masalah yang terjadi baik masalah warisan, kriminal, tanah dan sebagainya selalu disesuaikan menurut hukum adat yang berlaku.

Isnin, 5 September 2011

MEMBELI KERBAU ke DUNGUN Terangganu...17.

Tuan Hj Abdulah Hukum.
Dengan keuntungan yang di dapati menarik hati dari pada perniagaan kerbau itu ...kata Tuan Hj Abdullah hukum.... maka saya muafakat dengan kawan kawan sesama orang Kerinci ada tujuh delapan orang dengan saya .  Kami pun mengembara ke negeri Pahang untuk mencari kerbau , ke Benta , Pulau Rusa , Tanjung Medang dan kemudian ke Pekan .

    Dengan takdir Allah saya bertemu dengan Raja Mahmud di Pekan ( bandar di Raja ) ber sama sama Tuan Sawyer, Tuan Rodger, Encik Mohamad Ghani dan mata mata gelap ( intel polisi ) Malim Bungsu .

ketika itu , yaitu pada malam itu Raja Mahmud dengan kawan kawan nya berserta Punghulu Bentung ada di dalam perahu , dan kami bersama Penghulu Bentung dalam rakit .

Kuala dungun 1870
Karena sudah lama tiada berjumpa , berjumpa pula di tempat yang tak di sangka2 maka kami pun ber labun  labun dan ber tanya tanyaan dengan begitu mesra maklumlah sudah ber tahun2 tida jumpa , sehingga sampai pagi nya tiada terasa . Dipagi harinya bertanya Tuan Sawyer dengan heran kenapa Tengku tiada tidur , lalu di jawab beliau kami ber jaga jaga , kerena kami yang membawa tuan datang kesini  jadi kami mesti menjaga tuan.

    Kira kira pukul sembilan pagi tuan tuan berserta Raja Mahmud naik menghadap Tuanku Syultan Pahang , dengar perkhabaran ada musyawarat besar hari itu , yang saya tiada tahu akan butir butir nya yang saya tahu beribu ribu orang ada di situ termasuk orang besar besar negeri Pahang . Perniagaan kali ini berhasil juga . kata Tuan Hj Abdullah Hukum maka kami pun balik ke Kuala Lumpur ....


    Kemudian kami ulangi sekali lagi , tapi malang tiada dapat membeli kerbau di sana kerena Raja Pahang hendak mengadakan ' lat ' ( kenduri besar ) atas perkawinan putra nya .. Oleh sebab itu kami mengalih langkah ke Dungun , pula jajahan Terangganu denga menyusuri pantai Pahang

Berjalan menyusuri pantai dari Pekan hingga Kuantan kemudian ke Kemaman dan akhir nya sampai di Paka ,
dalam perjalanan kami dari Paka ke Dungun kira kira pukul dua siang kami bertemu dengan orang tua menggalas bakul .

   Seperti biasa nya kami bertanya kepada orang tua tersebut , akan hal jalan yang akan kami tempuh itu dan dia memberi ingat kepada kami , kata nya dulu kami ada 12 orang banyak nya telah di samun orang di tengah jalan ke Dungun itu dan katanya penyamun itu tiada mepunyai belas kasihan , serta kami ada yang mati banyak yang luka luka kerena tidak melari kan diri ..begitu kata orang tua itu.

   Sepeninggalan orang tua itu kami menarik nafas panjang , karena hati kami masing masing telah getar , tetapi apa boleh buat diteruskan perjalanan salah mau undur pun salah . Oleh hal yang demikian kami berserah lah kepada allah dengan mengadu nasib ,serta berhenti di bawah pokok yang rindang untuk mencari pemikiran .
Salah seorang dari kami berkata jangan susah hati , kalau kita kelak disamun '' disitulah kita tanak beras kita ''

( kata kias orang dulu )yang maksudnya , kalau dah sampai masanya apa yang di tuntut atau berguru selama ini ...sekarang lah masa nya untuk dipergunakan , silat dengan pencaknya, kebal dengan kuatnya .dll. biar mati
berlawan sebagai anak jantan. Berkata pula yang seorang lagi  melawan itu boleh ,yang kita tak tahu berapa orang penyamun itu , jangan2 tiga empat kali ganda dari kita , sedang kan cerita orang tua dia orang yang kena samun ada 12 orang .  Kita hanya delapan orang jadi ada baik nya kita pikirkan lagi jalan yang terbaik .

    Di antara kami ada pula yang berkata , kalau kita ini rombongan orang besar atau di Raja maupun Penghulu biasa penyamun itu  gentar menyamun orang yang demikian itu , kan elok kalau kita ini rombongan orang besar .................


bersambung; menyamar sebagai putra raja .

Sabtu, 30 Julai 2011

MEDAN dan SUMATRA dalam sejarah.




  Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan
  tanahnya berawa-rawa  , dan kurang lebih 4000 ha.
. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka.
  Sungai-sungai itu adalah Sei Kera, Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Badra, Sei Putih ,                                                Sei Deli, Sei Babura, Sei Sik           
  Sei Belawan, Sei Denai, Sei Sulang Saling.
  Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak
  di Tanah Deli,
  maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli).
  Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap,
  sehingga akhirnya kurang popular.

  Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai
  ke Sungai Wampu di Langkat, sedangkan Kesultan Deli waktu itu daerah kekuasaan nya,
  tidak mencakupi diantara kedua sungai itu.
  Secara keseluruhan jenis tanah di daerah Deli adalah terdiri tanah liat dan berpasir,
  campuran hitam ,coklat,merah....

  Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan
  oleh penelitian Vriens tahun 1910,
  bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. 
  Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu,
  (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi,
  dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

  Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan
  Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan
  Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September.
  Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.

  Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba,
  dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman
  penduduk yang berasal
  dari Karo dan semenanjung Malaya.
  Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di
  Deli yang sempat menjadi primadona 
  Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga,
  Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Istana Sultan Deli sekarang .






















  Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". 
  Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis, 
  karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, 
  tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman
  dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai,
  sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota      
  Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

  Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan
 isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang 
 pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan
 yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. 
 Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan 
 anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.

 Pada zaman Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju.
 Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca
 Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.

 Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini
 adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku
 Deli In Woord en Beeld ditulis oleh N.Ten Cate. 
 Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan 
 Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran,
 yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura.
 Rumah Administrateur terletak diseberang sungai dari kampung Medan. 
 Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng,
 sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah 
 kantor PTP IX Tembakau Deli sekarang ini.
 

 Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan,
 Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya
 bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk
 menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli.
 Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, 
 Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran  Aceh,
 Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi
 Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang.
 Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun,
 Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.

Di belakang Istana  Sultan Deli th 1890.

















 Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang 
 Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kimpoi dengan putri Datuk Sunggal.
 Setelah terjadi perkimpoian ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.

 Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya 
 Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan
 Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan,
 kira-kira 20 km dari Medan.

 Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823
 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera bahwa penduduk  
 Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang tapi dia hanya melihat 
 penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson menyebutkan 
 dalam bukunya “Mission to the East Coast of Sumatera“ (terbitan Edinburg 1826) bahwa 
 sepanjang sungai Deli hingga ke dinding tembok mesjid Kampung Medan di bangun 
 dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil 
 dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.

 Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari
 perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, 
 yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, 
 Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari 
 Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) 
 secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. 
 Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, 
 untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan 
 berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.

 Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys 
 mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi  
 perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), 
 Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya 
 mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. 
 Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, 
 Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". 
 Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya 
 berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".


 Menurut legenda di zaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli 
 lama kira-kira 10 Km dari Kampung Medan yakni di Deli Tua sekarang s
 seorang Putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama 
 Putri Hijau. Kecantikan Putri ini tersohor kemana-mana mulai dari 
 Aceh sampai ke ujung Utara Pulau Jawa.

 Sultan Aceh jatuh cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. 
 Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh saudara kedua laki-laki Putri Hijau. 
 Sultan aceh sangat marah karena penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan.
 Maka pecahlah perang antara Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Deli.

 Menurut legenda yang tersebut diatas, 
 dengan menggunakan kekuatan gaib seorang dari saudara 
 Putri hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan seorang lagi 
 menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh 
 hingga akhir hayatnya.

 KesultananDeli lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu 
 dan karena kecewa Putra Mahkota yang menjelma menjadi meriam itu 
 meledak sebagian, bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli 
 dan bagian depannya kedataran tinggi Karo kira-kira 5 Km dari Kabanjahe.

 Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat 
 kedalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di 
 Ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya 
 sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, 
 harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur 
 dan permohonan tuan Putri dikabulkan. 
 Tetapi baru saja uapacara dimulai tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang 
 maha dahsyat disusul gelombang-gelombang yang sangat tinggi.

 Dari dalam laut muncullah abangnya yang telah menjelma menjadi 
 ular naga itu dan dengan menggunakan rahangnya yang besar itu diambilnya 
 peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
 Legenda ini samapai sekarang masih terkenal di kalangan masyarakat Deli 
 dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia.

 Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan Benteng dan Puri yang berasal dari 
 zaman Putri Hijau, sedang sisa meriam penjelmaan abang Putri Hijau itu 
 dapat dilihat di halaman Istana Maimun Medan.

 Belanda yang menjajah Nusantara kurang lebih setengah abad namun untuk 
 menguasai Tanah Deli mereka sangat banyak mengalami tantangan yang tidak sedikit. 
 Mereka mengalami perang di Jawa dengan pangeran Diponegoro sekitar tahun 1825-1830. 
 Belanda sangat banyak mengalami kerugian sedangkan untuk menguasai Sumatera, 
 Belanda juga berperang melawan Aceh, Minangkabau, 
 dan Sisingamangaraja di daerah Tapanuli.

 Jadi untuk menguasai Tanah Deli Belanda hanya kurang lebih 78 tahun 
 mulai dari tahun 1864 sampai 1942. 
 Setelah perang Jawa berakhir barulah Gubernur Jenderal Belanda J.Van den Bosch 
 mengerahkan pasukannya ke Sumatera dan dia memperkirakan untuk 
 menguasai Sumatera secara keseluruhan diperlukan waktu 25 tahun. 
 Penaklukan Belanda atas Sumatera ini terhenti ditengah jalan karena 
 Menteri Jajahan Belanda waktu itu J.C.Baud menyuruh mundur pasukan  
 Belanda di Sumatera walaupun mereka telah mengalahkan 
 Minangkabau yang dikenal dengan nama perang Paderi ( 1821-1837 ).

 Sultan Ismail yang berkuasa di Riau secara tiba-tiba diserang oleh 
 gerombolan Inggeris dengan pimpinannya bernama Adam Wilson. 
 Berhubung pada waktu itu kekuatannya terbatas maka 
 Sultan Ismail meminta perlindungan pada Belanda. 
 Sejak saat itu terbukalah kesempatan bagi Belanda untuk menguasai 
 Kerajaan Siak Sri Indrapura yang rajanya adalah Sultan Ismail. 
 Pada tanggal 1 Februari 1858 Belanda mendesak Sultan Ismail untuk 
 menandatangani perjanjian agar daerah taklukan kerajaan 
 Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan Serdang di Sumatera Timur 
 masuk kekuasaan Belanda. 
 Karena daerah Deli telah masuk kekuasaan Belanda otomatislah 
 Kampung Medan menjadi jajahan Belanda, 
 tapi kehadiran Belanda belum secara fisik menguasai Tanah Deli.

 Pada tahun 1858 juga Elisa Netscher diangkat menjadi 
 Residen Wilayah Riau dan sejak itu pula dia mengangkat dirinya 
 menjadi pembela Sultan Ismail yang berkuasa di kerajaan Siak. 
 Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai pembela 
 Sultan Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai 
 daerah taklukan kerajaan Siak yakni 
 Deli yang di dalamnya termasuk Kampung Medan Putri.

  Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah 
  mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, 
  Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 
 1 Maret 1887,Ibukota Residen Sumatera Timur 
  dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, 
  Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) 
  juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, 
  dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.


 Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya 
 menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi 
 Gemeente (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. 
 Berdasarkan "Acte van Schenking" (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, 
 tanggal 30 Nopember 1918, 
 Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, 
 sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. 
 Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, 
 yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, 
 Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.

 Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri 
 dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang 
  dan Timur Asing lainnya 139 orang.

 Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas dibangun. 
 Beberapa diantaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di Kampung Baru (1919), 
 sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan - Besitang (1919),  
 Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M. Yamin sekarang (1923), 
 Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan (1924), 
 Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga Kebun Bunga (1929).

 Secara historis perkembangan Kota Medan, 
 sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. 
 sedang dijadikannya medan sebagai ibukota deli juga telah menjadikannya 
 Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintah. sampai saat ini disamping 
 merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara.

Isnin, 4 Julai 2011

Kuala lumpur ..1850--1930. Hj Abdullah Hukum ...11.

Bugis di Rekoh Alah.


Kebetulan sa'at itu Bugis Di Rekoh sedang ber siap2 melanggar Raja Mahmud. Kawan nya ialah orang Tembusai, orang Kampar, dan juga orang Kerinci. Rahasia ini antara Raja Mahmud dengan orang Kerinci, yang telah di sapakati disimpan baik2 sehingga tiada ada seorang pun yang tahu .

gambar hiasan.
Pada ke esok hari nya kira2 pukul tujuh pagi sampai lah sekelian pada suatu tempat berhadapan dengan kubu Raja Mahmud, maka masng2 membuat kubu secara berasingan orang Kerinci satu , orang Tambusai dan Kampar , serta orang Bugis sebuah ...
Orang Kerinci Mendiri kan kubu menghadap matahari terbit karena menurut perjanjian yang telah disepakati dengan Raja Mahmud, dan tembakkan orang Kerinci tiada berpeluru. Tidak lama sejurus kemudian maka orang Kerinci mulaikan menembak ke arah kubu Raja Mahmud dengan tiada berpeluru .
Dengan demikian di tengok oleh Raja Mahmud tembakan tiada berpeluru, maka paham lah beliau akan isyarat itu dan dia pun keluarlah dengan serta merta menyerang kearah matahari terbenam saja. Kebetulan pula orang dalam kubu orang Bugis maupun orang Kampar dan Tambusai, belum bersiap sedia apa lagi dengan demikian tiada ada perlawanan yang sengit terjadi denga mudah Raja Mahmud Mengalahkannya , panglima2 lawan terkorban sebanyak enam otang dan banyak yang luka2 mana kala pihak Raja Mahmud seorang nya tiada yang mati. Sementara itu dipihak orang Bugis dan sekutu nya ber taburan melarikan diri kedalam hutan dan setengah nya lari masuk perahu.

Kata Tuan Hj Abdullah Hukum..... inilah penghabisan pergaduhan sebelah darat Selangor, kerana Bugis dah lari maka negeri pun aman. Saya pun duduk ( tinggal ) di Semenyeh ber niaga kain selama dua tahun. Ada pun Semenyeh di bawah kekuasaan Raja Husin peranakan raja Sungai Ujung ( Seremban Negeri Sembilan ).
Hulu Langat, Kajang dan Rekoh masa itu bibawah di bawah perintah Raja Kahar Ibn Syultan Abdul Samad. Tengku itu jua jadi majestritnya masa itudan Tengku yang menjatuhkan kepada Orang Minangkabau ,seperti Panglima Muda, Raja Khatib, GintiAli dan juru tulis supaya memulangkan harta2 orang orang Mahdailing yang dirampas dulu dipulangkan kepada Raja Yusuf dan Fatimah cucu dari pada Datuk Penghulu Langat....Dan saya tinggalah di Langat membuka sawah selama dua tahun.

Dalam masa itu saya tinggal diHulu Langat mula2 memandang wajah Tuanku Syultan Abdul Samad, yaitu masa Tuanku Syultan berangkat karena suatu lawatan melihat persawahan di sana dan Tuanku sendiri yang mengatur sawah2 disitu . Kedatangan Tuanku itu dari Kuala Lumpur dengan jalan sungai dengan bertandu, banginda di iringi banyak hulubalang serta dayang2
Kemudian dari pada itu saya pun berpindah ke Kuala lumpur menuju rumah Raja Bot dan Raja Syam. Ketika itu perang telah berhenti selama tiga puluh tahun .


bersambung; orang melayu berkebun di Kuala Lumpur.

Kuala lumpur 1850 - 1930 Hj Abdullah Hukum ...13.

Kekayaan dan Pergaduhan Melayu.




Semakin lama semakin ramai orang di Kuala Lumpur , perniagaan pun di kuasai orang Melayu rumah rumah kedai ( ruko ) dipunyai orang Melayu ...Adapun orang orang kaya pada masa itu yang terbanyak ialah orang Minangkabau, seperti ; Hj Abdul Samad , Hj Abdul Malik Panjang , Hj Abdul Samad Panjang , Hj Abdul Samad Kecil , Hj Muhammad Ali , Hj Osman ( Imam dan Kemudian jadi Khadi Kuala Lumpur ) ,Hj Zainal Abidin , Hjh  Fatimah , Hj Abdulah Panjang Hasyim , Banginda Kaya Hj Arsyad , Datuk Maha Raja ..

     Dari pada orang Mandailing Sultan Puasa , dari orang Kerinci Hj Asyad , dari orang Melaka Datuk Abdullah  ,dari Pulau Pinang Che Din , Encek Baki Melaka mertua saya ( Hj Abdullah Hukum ), orang Acheh Hj Saleh dan ada orang Linggi dan orang Terangganu  Che Soh.

     Adapun mesjid yang pertama di dirikan oleh mertua saya di Melaka ( Batu Lane sekarang )dan mesjid itu dinamakan mesjid Melaka ( sekarang dinama kan mesjid Keling atau Chulia ).

Mesjid di diri kan atas pakatan orang Melaka dan orang Melaka jua tukangnya serta segala pegawai nya , dalam pada itu orang Minangkabau telah mendiri kan mesjid lain yang kebetulan tentang gedung Gian Singh di Java Street sekarang
......
Disebab kan mesjid ini lah orang Melayu mulai bersingit akhirnya berseteru sebab masing masing pihat hendak mendiri kan sembayang Jum'at , masing2 tak mau beralah dan hendak menang sendiri dan mengalah kan pihak lain .....

     Perseteruan itu makin merebah hampir membangkitkan perkelahian besar .
Mujurlah kerajaan campur tangan yaitu neneknda Syultan sekarang Yang mulia Tuanku Syultan Abdul Samad Alam Shah yang sedang melawat Kuala lumpur dengan jalan sungai  dan kereta nya serta alat kebesaran lain.
Bangida telah memandamkan perseteuan itu dengan titah sembayang Jum'at secara ber gilir2 diantara dua buah mesjid itu , keputusan itu disambut orang ramai dengan suka cita nya oleh yang demikian itu api prseteruan pun padam lah

     Dengan rasa terima kasih orang ramai , setelah Yang Mulia Syultan balik ke Kelang .....Maka orang ramai datang menghadap di Kelang dengan membawa persembahan  seperti , Hj Baki seekor kuda putih dan yang lain masing2 seekor kerbau setiap seorang , yang pergi Datuk Sati Penghulu Setapak , Mat Saman Penghulu Batu , Hj Kecil Penghulu Petaling , Raja Mas Penghulu Hulu Kelang , Imam Muhammad Penghulu Ampang ,dan saya Hj Abdullah Hukum .

Dan masa itu saya berkekalan duduk ( tinggal ) di Sungai Puteh dan hutan bukit Changi Putri saya lah kepalanya membukanya dengan ramai orang2 kerinci lain nya , adayang duduk disitu sampai masa ini .
Mula tempoh pemerintah Tuan Simmon sayalah yang menunjukan tempat itu. Dan masa itu Penghulunya Enchik Ahmad bin Datuk Panglima Garang  ( sekarang Chief Penghulu Kuala Lumpur )......

     Dalam tempoh berlalu , suatu masa .....suatu keramaian besar yang belum pernah diadakan di Selangor yaitu pertabalan Syultan Selangor pada tahun 1898 yang di adakan di Kelang , bandar ini mejadi sesak sana sini orang mengada kan persembahan  persembahan di mana2 merata tempat .
Yang saya tahu Raja Laut dengan Che Soh orang Terengganu itu menhantar seekor kerbau dan Panglima Kiri dari Kuala Kubu seekor rusa .

Yang orang Kerinci saya lah kepalanya menghantar seekor kerbau ,orang Kerinci yang datang itu semua haji dan memakai jubah , tetapi sampai di Kampung Kuantan Kelang orang 2 saya engan menghadap , yang kata mereka tiada tahu adat cara menghadap takut2 kalau salah adad .
      Oleh kerena itu saya minta orang Kelang Pandu kami untuk menghadap dan persembahan kami , selamat di persembahkan . Dan apa bila balik dari Kelang Raja Mahmud membari sepucuk surat kepada saya , ucapan terima kasih dari Syultan yang sampai sa'at ini masih saya simpan ( 1935 )....



bersambung; Syultan melantik orang besar .

Kuala lumpur 1850 - 1930 Hj Abdullah Hukum ...14

  1. Melantik  Orang Besar.




Kata Tuan Hj Abdullah Hukum ......Waktu almarhum Syultan Abdul Samad  melawat Kuala lumpur dulu nya masa menyelesaikn sengketa dan memadamkan perseteruan orang Melayu yang di sebab masalah sembayang  Jum'at diantara dua buah mesjid ,yang keputusan didirikan sembayang secara ber gilir2 mesjid   
         
     Pada masa itu yang jadi tuan Residen nya yaitu Tuan Rodger.....Sautu keramaian besar besaran telah diadakan  kerena melantik orang besar ...Keramai itu di adakan di bukit Nenas, dan itulah suatu keramaian 


yang jolong kali di adakan di Kuala Lumpur serta keramaian itu diadakan selama tujuh hari tujuh malam , dan mengikut cara keramaian orang zaman dahulu gelanggang judi pun ada , sabung ayam , gelanggang pencak silat  berbagai rupa dan gaya nya serta ber puluh2 ekor kerbau di tumbangkan di hadapan orang yang dilantik serta Tuanku Syultan .... Ada pun orang yang dilantik.



1 . TOK SETAPAK 

2.  TOK  BELA  SUNGAI CANTIK.

3 . TOK IMAM MUHAMMAD ARIF.

4.  RAJA  UTIH .

5.  TOK  DAGANG  DI ANJUK  HJ ABDULLAH  HUKUM .



                                                                                                                                 
     Orang ini untuk dikenal dan di ingati oleh kerajaan .

Bila diadakan keramaian di rumah orang2 besar , orang inilah yang kehadapan bersama sama orang yang lain memang orang besar negri , dan begitu pula pada masa keramaian yang dinama kan  ''Manjalang '' yang 


diadakan setahun sekali , pada masa Hari Raya baik dirumah Raja Muda ( Raja Laut ) di Kuala Lumpur mau pun di rumah Tuan besar ............Tetapi sekarang malang nya semua orang2 itu telah meninggal dunia ke besaran nya ikut ter kubur , tinggal lah saya se orang  sekarang ........th 1935.  




bersambung. berdagang kerbau dibeli dari Pahang.

Kuala lumpur 1850 - 1930 Hj Abdullah Hukum ...15.

MEMBELI KERBAU KE PAHANG .


Dengan Demikian tamatlah kisah Kuala Lumpur......
     Sekarang yang kita rasa berguna untuk kita mengetahui riwayat hidup Tuan Hj Abdullah Hukum  pula .
Kata nya ..... Saya bermaksud hendak meluaskan mata pencarian  dan yang saya nampak adalah berniaga kerbau , karena orang di Kuala Lumpur  telah ramai dan harga daging mahal pula .
     Adapun kerbau yang banyak masa itu di Negeri Pahang ..... Saya bermufakat dengan kawan dua orang Kerinci lalu di ada kan perkongsian modal  denga lebih kurang 200 ringgit se orang .....
Apa bila azam telah ditetapkan kami bertawakal kepada Allah, lalu berjalan lah kami menuju Bentung ( lk 50 km dari Kuala lumpur sekarang ) dengan jalan masa itu hanya mengikuti jejak jalan orang pergi masuk hutan sahaja .... Kami pun dapat membeli delapan ekor sahaja dari kampong Liri Bentong ,dengan harga 20 ringgit se ekor adapun perjalan kami masa itu selama tiga hari .....
     Kerbau kerbau itu kami bawa balik ke Kuala Lumpur dan dengan mujurnya kami dapat men jual dengan harga 40 ringgit se ekor maka dapatlah kami untung nya ...
Kali kedua kami pun pergi lagi agak jauh tempat nya sehingga sampai ke Lubok Terua (Semantan )dan dapat 15 ekor.......dan disana saya melihat orang berkelahi dengan bertikam tikam satu sama lain sama sama orang Pahang .    Sebab nya kata kata orang yang seorang enggan memulangkan amanah yang di bawa nya dari Kuala Lumpur. kesudahan nya orang yang enggan memulangkan itu mati dalan pergaduhan itu.
     Setelah membeli kerbau itu ,saya pun teringat hendak balik lekas melihat anak anak saya yang masih kecil kecil yang telah lama saya tinggalkan , jika saya balik membawa kerbau tersebut niscaya lambat lah saya sampai ...Oleh yang demikian saya upah orang untuk membawanya kerbau itu kepada orang Pahang  dengan dua ringgit se ekor kerbau , maka saya pun balik dahulu.untuk menemui anak bini.
Sayapun sampai lah di rumah didapati anak anak saya Al hamdulillah dalam peliharaan Allah ,tiga hari setelah itu saya pun berangkat hendak menyosong orang yang membawa kerbau yang saya upahkan itu .


bersambung; bunyi detuman meriam.

Kuala lumpur 1850 - 1930 Hj Abdullah Hukum ..22

         Ziarah  Kubur........Pengalaman semasa di dusun .

Tuan Hj Abdullah Hukum
Dua hari di belakang saya pun ziarah ke kubur ayahnda tercinta  di Gunung Kelikir , kira2 setengah km dari dusun saya Sungai Abu , yaitu suatu tempat yang tinggi dan mendaki kesana .

Sebagai kenangan saya menukar batu nesan kaburan orang tua saya dengan yang baru .

    Kemudian saya melawat pula jiran dusun saya yang namanya dusun Koto Tebat di mana disana ada suatu makam yang dipuja orang , yang kata nya keramat besar disana .

Rupanya saya di izin kan masuk ke dalam kawasan perkuburan itu , saya dapati  didalam nya penuh dengan panji-panji ada yang kuning , yang hitam ,ada puteh bergayutan sana sini.

Saya di pandu orang disitu ke tempat batu besar yang mana konon nya ada kesan tangan keramat , dan ramai orang disitu memintak pertolongan yang katanya ada  jin  disitu..

   Oleh kerena  pada pengajian saya perbuatan yang demikian karut boleh membawa kepada syirik.......

Entah kerena tiada serupa apa yang saya belajar dengan perbuatan orang disana , saya terlanjur menista  ketua-ketua  kampung disana  sayakan bodoh dengan kerja seperti ini dan banyak lagi yang saya katakan pada mereka, berani  sayakan kerena disana orang bawah dari saya dan memang patut saya nasehat kan ,dan lagi saya di gelar Rio Jayo Galang Negeri oleh suku dalam kelompok di dusun Sungai Abu...
Setelah katakan itu sehingga orang disana menesehati saya jangan takbur kepada keramat disana , ditakuti  mendapat bencana atau sakit dll.

    Mendengar yang demikian itu apa lagi bertambah marahnya saya lalu saya menepuk dada dan berkata  jika betul ada jin  yang tuan - tuan sembah itu  mari lah makan saya ini .....saya katakan ......tiada yang patut di sembah selain dari pada Allah .swt. ...

    Dan malam itu juga saya pergi lagi saya guling kan batu itu serta campakan dari situ dan persiapan-persiapan segala macam alat persembahan di situ saya buang kesemua nya.....

Akhirnya saya memberi nasehat panjang lebar dengan orang disitu , agar menjauhi dari perkara -perkara yang membawa kesesatan......Saya rasa sampai sekarang tiada apa yang mendatangkan bencana kepada saya .
Saya hanya duduk ( tinggal ) di kampung saya selama enam hari lima malam saja .....dan kami pun bertolak balik dengan motorcar ( sedan Dodge ) saya itu , se sampai nya di Belawan kami tergendala mengambil wang  dhaman ( deposit ) ketika masuk dulu .

    Jumlah minyak yang kami pakai untuk pergi balik kira-kira 230 galon ( x3,75 L ) dan jauh nya dulu 2060 km , dan inilah kali pertama saya ziarah ke kampung mungkin juga kali ter akhirnya...
Semenjak itu saya bekekalan  tinggal di kampung saya ini Bangsar Road  hingga hari ini......


Demikian lah tamat riwayat Kuala Lumpur dan Hj Abdullah Hukum yang menempuh banyak suka dan duka serta ber bagai-bagai di dalam kehidupan nya......dari usia 15 tahun pada th 1850 hingga sekarang th 1935 dan itu hasil temu bual  Wartawan Warta Ahad  dalam bahasa Melayu tulisan Arab.

photo tahun 18-3- 1935



Inilah gambar keluarga besar,
Tuan Hj Abdullah Hukum .
Anak lelaki  dan Perempuan  sebanyak 18 orang.
cucu baru 53 orang , cicit 17 orang. di th 1935.
dan sekarang keturunan nya hampir 2000 orang.
di tahun 2011.

Sabtu, 2 Julai 2011

Kuala lumpur .1850--1930. Hj Abdullah Hukum. .21.

PULANG  KE  KERINCI.

Kira kira lebih kurang delapan tahun kemudian saya pun penat rasa nya  menjadi ketua itu , sebab badan saya telah berumur dan umur saya sudah lebih 70 tahun ketika itu .

Maka pada 13 Januari 1912 saya pun menghantar surat kepada Tuan Collector menyerahkan pangkat sebagai ketua kampung , lalu diterima nya dan semenjak itu tiada lah saya ketua lagi

   Kemudian atas sokongan di antara Tuan Creason atau Tuan Boyd , maka pada 1Ogos 1922 saya di kurnia pencen ( pensiun ) yang saya terima sehingga sekarang ini.
 
   Semenjak saya meninggal kan kampung halaman saya di Sungai Abu Kerinci Sumatra ,tiada saya pernah balik ziarah ke Sumatra melain kan pada tahun 1929 pada masa itu saya sudah tinggalkan lebih kurang 79 tahun , kerena pernah suatu ketika dulu ber bangkit keinginan saya yang amat sangat rindu kan kampung tempat tanah tumpah darah .

   Maka saya pun berkira dengn anak cucu saya , yang saya kebetulan ada mempunyai motorcar jenis Dodge.

Oleh karena perjalanan saya itu melebihi beribu batu ,saya tetapkan motorcar saya lebih senang berjalan dari satu tempat ke satu tempat . Saya bertolak dari rumah pada bulan Desember 1929 . menuju Belawan  di kerajaan Deli Sumatra  bagian utara berserta dengan istri saya ,seorang budak ,cucu saya ,dan orang anak saya yaitu ; Mahmud dan Hj Abdul Samad ke dua2 anak saya ini adalah sebagai pemandu motor car .

  Dari Belawan kami mulailah pakai kenderaan sendiri melalui Medan , Tebing Tinggi dan ber malam di pekan yang bernama Pematang Siantar .  Besok pagi nya setalah  minum pagi kami terus kan perjalanan kami kira2 pukul 2 petang sampai kami di Kota Nopan ( Madahiling ) juga bermalam di situ .

Pada esok pagi nya seperti biasa setelah minum pagi kami teruskan perjalanan kami ke Rawa Rawa Kemanga ( Rao Minangkabau ).kami singgah di rumah Tuan Hj Abdul Samad ayahnda Almarhum Tuan Hj Muhammad Taib J.P ( Jaksa Pendamai )...

dodge
   Di situ kami bertemu dengan Tuan Hj Muahyudin , yaitu menantu Tuan Hj Muhammad Taib JP.( sekarang tinggal di Pudu Road Kuala Lumpur )...besok nya kami berangkat ke Padang tiba disitu  pukul 2 petang dan juga bermalam disitu

..Pagi besok nya kami bertolak sampai pula di Batang Kapas pukul 2petang kami tidak bermalam disitu , perjalanan kami teruskan sampai di Air Haji pukul  1 tengah malam maka terpaksa pula bermalam perjalanan tidak dapat di terus kan kerena air bah ( banjir ) pada masa itu.

Pada esok nya dengan tiada bertangguh lagi kami pun teruskan perjalanan kami sehingga sampai di Tapan .
   Apa bila sampai di Tapan saya merasa se olah olah sudah berada di negeri saya , kerena perjalanan itu hanya tinggal tiga empat jam lagi oleh kerena jalan ke Kerinci kecil tiada dapat berselisih jalan dengan motor car dari arah Kerinci , maka kami menunggu motor car ( mobil sedan ) dari  Kerinci habis turun baru lah nanti nya baru kenderaan kami boleh jalan ... Oleh menunggu itu agak lama dan kebetulan pula masa itu hari Pakan
atau hari balai ( lambah Malaysia ). maka kami pun ber jalan2 melihat nya ... Saya dapati semua manusia

disitu Melayu dari berbagai suku bangsa , dan disitulah saya melihat segala nya orang Melayu , yang ber niaga nya , yang membeli nya , tukang besi nya , tukang kayu nya ,tukang tembaganya , tukang pangkas ( cukur ),tukang emasnya , semua Melayu belaka serba serbi nya orang Melayu tenunan kain nya , jual itik ,ayam , kambing, kerbau , sapi ,...bukan main senangnya saya melihat yang demikian itu , sampai bau nya pun bau Melayu .

   Kira kira Tengah hari motor car ( Mobil Sedan ) dari Kerinci pun sampai dan diberitau tiada lagi kenderaan  yang datang dari Kerinci , maka kami pun naik lah menuju Kerinci dan sampai di dusun Sungai Abu tempat saya dilahirkan lk 80 tahun dulu lalu saya naik kerumah yang telah lama saya tinggalkan . .. Dengan linangan air mata Tuan Hj Abdullah Hukum menceritakan ......dan katanya lagi ....tidak dapat saya katakan betapa sayu nya dikala itu, dan tergambar2 masa  kecil dulu di halaman rumah ada talaga kecil tempat kami ber main2 dengan rakan  80 tahun dulu , dan semasa itu kawan pun banyak yang telah tiada , jangan kan yang tua yang dibawah saya banyak telah berpindah ke alam baka , yang ada anak cucu nya kaum kerabat dan kawan2 yang tinggal .



bersambung;; bagian akhirnya riwayat  kuala lumpur , hj abdullah hukum.

dipetik; dari hasil temu bual wartawan warta ahad  pada th 1935.dgn tuan hj.abdullah hukum.

PUSAKA TINGGI ,munurut adat Perpatatih.

 Dalam lingkungan adat perpatih .                                                                                                                                                                         

Perbedaan pandapek tentang harato pusako ko sabananyo telah terjadi sejak dari Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawy, malah beliau mengarang sebuah kitab berjudul :
Ad Doi’ al Masmu’ fil Raddi ‘ala Tawarisi al ‘ikwati wa Awadi al Akawati ma’ a Wujud al usuli wa al Furu’i,
yang artinya : Dakwah yang didengar Tentang Penolakan Atas Pewarisan Pewarisan Saudara dan anak Saudara Disamping Ada Orang Tua dan Anak. Kitab itu di Tulis di Mekah pada akhir abat ke XIX. ( DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau 275 ) Namun, beliau beda pandapek dengan murid beliau seperti Syekh Dr.H.Abd.Karim Amrullah. Murid beliau Syekh Rasul ( H.Abdul Karim Amrullah ) ulama yang belakan ini melihat harta pusaka dalam bentuk yang sudah terpisah dari harta pencarian.
Beliau berpendapat bahwa harta pusaka itu sama keadaannya dengan harta wakaf atau harta musabalah yang pernah diperlkukan oleh Umar ibn Kattab atas harta yang didapatnya di Khaybar yang telah dibekukan tasarrufnya dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Penyamaan harta pusaka dengan harta wakaf tersebut walaupun ada masih ada perbedaannya, adalah untuk menyatakan bahwa harta tersebut tidak dapat diwariskan. Karena tidak dapat diwariskan, maka terindarlah harta tersebut dari kelompok hata yang harus diwarisklan menurut hukum Faraid; artinya tidak salah kalau padanya tidak berlaku hukum Faraid. Pendapat beliau ini di ikuti oleh ulama lain di antaranya Syekh Sulaiman ar Rasuli. ( DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau 278)
Kemudian Buya Hamka berpendapat tentang harta pusaka sebagai berikut :
Yang pertama “Bahwa Islam masuk ke Minangkabau tidak mengganggu susunan adat Minangkabau dengan pusaka tinggi. Begitu hebat perperangan Paderi, hendak merubah daki-daki adat jahiliyah di Minangkabau, namun Haji Miskin, Haji A.Rachman Piobang, Tuanku Lintau, tidaklah menyinggung atau ingin merombak susunan harta pusaka tinggi itu. Bahkan pahlawan Paderi radikal, Tuanku nan Renceh yang sampai membunuh uncu-nya (adek perempuan ibunya) karena tidak mau mengerjakan sembahyang, tidaklah tersebut, bahwa beliau menyinggung-nyinggung susunan adat Itu, Kuburan Tuanku Nan Renceh di Kamang terdapat di dalam Tanah Pusako Tinggi”. (IDAM hlm 102 )
Yang kedua : “Tetapi Ayah saya DR. Syekh Abdulkarim Amrullah Berfatwa bahwa harta pusaka tinggi adalah sebagai waqaf juga, atau sebagai harta musaballah yang pernah dilakukan Umar bin Khatab pada hartanya sendiri di Khaibar, boleh diambil isinya tetapi tidak boleh di Tasharruf kan tanahnya. Beliau mengemukan kaidah usul yang terkenal yaitu; Al Adatu Muhak Kamatu, wal ‘Urfu Qa-Dhin Artinya Adat adalah diperkokok, dan Uruf ( tradisi) adalah berlaku”. (IDAM hlm 103)
Yang ke tiga : Satu hal yang tidak disinggung-singgung, sebab telah begitu keadaan yang telah didapati sejak semula, yaitu harta pusaka yang turun menurut jalan keibuan. Adat dan Syarak di Minangkabau bukanlah seperti air dengan minyak, melainkan berpadu satu, sebagai air dengan minyak dalam susu. Sebab Islam bukanlah tempel-tempelan dalam adat Minangkabau, tetapi satu susunan Islam yang dibuat menurut pandangan hidup orang Minangkabau. (Hamka, Ayahku hlm. 9)
Yang ke empat : “Pusaka Tinggi” inilah dijual tidak dimakan bali di gadai tidak dimakan sando (sandra). “Inilah Tiang Agung Minangkabau” selama ini. Jarang kejadian pusako tinggi menjadi pusako rendah, entah kalau adat tidak berdiri lagi pada suku yang menguasainya (Hamka, dalam Naim, 1968:29)
Keputusan Seminar
I. Keputusan pada Seminar atau Musyawaratan Alim Ulama, Niniak mamak dan cadiak pandai Minangkabau pada tanggal 4 s/d 5 Mei 1952 di Bukittinggi maka Seminanr menetapkan :
1. Terhadap “Harta Pencarian” berlaku hukum Faraidh, sedangkan terhadap “Harta Pusaka” berlaku hukum adat.
2. Berhubung I.K.A.H.I. Sumbar ikut serta mengambil keputusan dalam seminar ini, maka Seminar menyerukan kepada seluruh Hakim-hakim di Sumbar dan Riau supaya memperhatikan ketetapan Seminar ini ( Naim 1968 : 241)
II. Kemudian pada Seminar Hukum Adat Minangkabau tahun 1968 di Padang, yang di hadiri oleh para cendikiawan dan para ulama Minagkabau, ditetapkan bahwa terhadap harta pencaharian berlaku hukum faraidh, dan terhadap harta pusaka tinggi berlaku hukum adat. Selanjutnya, tentang hukum waris diputuskan sebagai berikut :
a. Harta pusaka di Minangkabau merupakan harta badan hukum yang diurus dan diwakili oleh Mamak Kepala Waris di luar dan di dalam peradilan.
b. Anak kemenakan dan mamak kepala waris yang termasuk ke dalam badan hukum itu masing-masingnya bukanlah pemilik dari harta badan hukum tersebut. (Naim, 1968:243)
Kemudian Dr.Amir Syarifuddin berpendapat, bahwa pewarisan menurut adat bukanlah berarti peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris, tetapi peralihan peranan atas pengurusan harta pusaka itu. Dengan demikian terlihat adanya perbedaan dalam system. Perbedaan tersebut akan lebih nyata dalam keterangan di bawah ini.
Pertama: harta pusaka melekat pada rumah tempat keluarga itu tinggal dan merupakan dana tetap bagi kehidupan keluarga yang tinggal di rumah itu. Harta itu dikuasai oleh perempuan tertua di rumah itu dan hasilnya dipergunakan untuk manfaat seisi rumah. Pengawasan penggunaan harta itu berada di tangan mamak rumah. Bila mamak rumah mati, maka peranan pengawasan beralih kepada kemenakan yang laki-laki. Bila perempuan tertua dirumah itu mati, maka peranan penguasaan dan pengurusan beralih kepada perempuan yang lebih muda. Dalam hal ini tidak ada peralihan harta.
Penerusan peranan dalam system kewarisan adat, adalah ibarat silih bergantinya kepengurusan suatu badan atau yayasan yang mengelola suatu bentuk harta. Kematian pengurus itu tidak membawa pengaruh apa – apa terhadap status harta, karena yang mati hanya sekedar pengurus.
Hal tersebut di atas berbeda sama sekali dengan bentuk pewarisan dalam hukum Islam. Dalam Hukum Islam pewarisan berarti peralihan hak milik dari yang mati kepada yang masih hidup. Yang beralih adalah harta. Dalam bentuk harta yang bergerak, harta itu berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain. Sedangkan dalam bentuk harta yang tidak bergerak, yang beralih dalam status pemilikan atas harta tersebut.
Kedua dan yang merupakan ciri khas dari harta pusaka ialah bahwa harta itu bukan milik perorangan dan bukan milik siapa -siapa secara pasti. Yang memiliki harta itu ialah nenek moyang yang mula-mula memperoleh harta itu secara mencancang melatah. Harta itu ditujukan untuk dana bersama bagi anak cucunya dalam bentuk yang tidak terbagi-bagi. Setiap anggota dalam kaum dapat memanfaatkannya tetapi tidak dapat memilikinya. ( DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau 269-270)
Maka dengan demikianlah, jelaslah bahwa telah ada kesepakatan para alim ulama, niniak mamak, dan cadiak pandai tentang status harta pusaka itu sebagai warih bajawek, pusako batolong dari niniak turun kemamak dari mamak turun kekemanakan. Dan kemudian diturunkan pula kebawah menurut jalur Ibu dalam kaum atau suku yang bersangkutan. Indak buliah dihilang dilanyokkan, kok dibubuik layua dianjak mati, dijua indak dimakan bali di gadai indak dimakan sando.
Kemudian seperti sering saya kemukakan, bahawa harta pusaka itu adalah sebagai bukti, “asal usul” bahwa seseorang itu dapat dikatakan keturunan Minang ( Etnis Minangkabau) apabila mempunyai harta pusaka tiunggi. Dalam adat dikatokan, “nan ba pandam ba pakuburan nan ba sasok bajarami, kok dakek dapek di kakok, kok jauah dapek di antakan”. Seseorang nan indak punyo atau indak lai mempunyai harta pusaka, berarti indak lai basasok bajarami, tidak ba pandam ba pukuburan, maka orang atau keluarga yang telah habis harta pusakanya tidakalah lagi langkap Minangnyo. Indak lai baurek tunggang, indak bapucuak bulek, atau dengan kato lain kateh indak bapucuak kabawah indak baurek orang tersebut dapat juga dikatakan “punah” punah dalam hal harta pusaka menurut aturan adat, jika dia meninggal dia dikatakan mati ayam mati tunggau. Malah ada pendapat para ahli adat, mangatokan bahwa apabila satu kaum sudah abih harato pusakonya, mako indak paralu lai ma angkek seorang panghulu, karena adat itu berdiri di ates pusako, cancang balandasan lompek basitumpu.
Harta pusaka itu adalah sebagai alat permersatu dalam jurai, kaum, dan bagi masyarakat Minang pada umum, sekaligus untuk mengetahui, nan sa asa sakaturunan menurut jalur adat.
Harta tersebut juga sebagai harta cadangan, jika ada dunsanak kemanakan yang kehidupannya agak susah di perantauan boleh babaliak kakampung uruihlah harata itu. Oleh karenanya dapat kita bayangkan jika harta pusaka di Minangkabau
di perjual belikan, maka masyarakat Minangkabau akan sama nasibnya dengan masyarakat daerah-daerah lain, akan tersingkir dari nagari asalnya sendiri
Harta itu adalah amanah, yang boleh hanyo diambil asilnya dan tidah untuak dimiliki, maka harta itu jangan sampai ilang atau lenyap ditangan kita. Karena harta itu bukanlah milik pribadi, tetapi adalah milik bersama, maka bersama-sama pula memeliharanya.
Namun, demikian jika ada yang berpendapat dengan mengatakan bahwa harta pusaka itu haram, itu adalah haknya. Tetapi bagaimana dengan pendapat para ulama Minangkabau diatas, apa itu tidak boleh di katakan sebagai “IJMAK” para ulama Minangkabau?
Dan selanjutnya, jika pendapat tersebut sudah sangat di yakini bahwa harta pusaka tersebut adalah haram menurut Agama. Mulailah terlabih dahulu dari diri sendiri, atas harta pusako nan saparuik, nan sakaum atau sapayung sapasukuan dan nan sanagari. Adat kan salingka nagari, pusako salingka kaum, tidak ada yang akan melarang, jika nan berhak telah sepakat untuk membuat apa saja atas harta pusaka tersebut. Dan kepada yang masih meyakini atas pendapat para uluma Minangkabau tersebut diatas, tentu juga itu merupakan hak, tidak ada pulah yang boleh memeksa kan ke endak. Ini tentu bukan berarti Taklid buta, kerana kita yakin para ulama Minang tersebut tentu telah melalui penelitian atau ITIHAT pula.
Demikianlah nan dapek ambo sampaikan, ambo mohon maaf jikok ado nan kurang pado tampeknyo.